Kamis, 27 Desember 2012

Antara Sampah, Kesenian dan Kematian


“ Kematian Sahabat kita, Andre Hansen. Adalah kematian yang indah. Kenapa indah? Karena itulah 100 hari mengenang Andre Hansen ini, kami persembahkan untuknya”, ujar MC dengan nada getir yang tersirat di balik tawa lebarnya.
Kematian tak harus selalu ditangisi. Tenggelam dalam nestapa, sesal dan air mata. Orang mati tidak membutuhkan lautan air mata dalam kuburnya. Orang mati tidak membutuhkan sesal mendalam bagi sahabat yang ditinggalkannya. Kematian seorang sahabat adalah sebuah keindahan. Sahabat yang telah meninggal, meninggalkan sebuah keindahan. Keindahan itulah yang harus dikenang, dilestarikan dan diapresiasi.
Begitulah kira-kira makna tersirat dari sebuah acara yang diselenggarakan oleh MAC ( Marginal Art Community ) pada hari Kamis, 2 juni 2011 di pelataran Dewan Kesenian Malang ( DKM ) seharian penuh. Pesta seni yang diselenggarakan untuk mengenang Alm. Andre Hansen, seniman Samarinda yang cukup benderang kiprahnya di Kota Malang.
Acara tahlil 100 hari mengenang Andre Hansen ini cukup unik. Karena Panitia MAC lebih memilih membuat pagelaran seni sebagai bentuk doa atau ritus mendoakan Alm. Andre Hansen, di samping hanya menyelenggarakan acara Tahlilan bersama. Ada yang harus dilakukan selain berdoa adalah meneruskan kecintaan dan penciptaan karya seni dari mendiang Alm. Ya, kita tahu Alm. Andre Hansen telah banyak menempuh proses kesenian berkepanjangan. Salah satu karya terbesarnya adalah pertunjukan music kontemporer berjudul “ PLASTIK BUKAN SAMPAH” yang dipentaskan kembali oleh kawan-kawan seniman Kota Malang.
Sampah merupakan barang yang sudah tidak bisa lagi digunakan. Tapi tidak menurut Alm. Andre Hansen. Sampah bisa kembali hidup ditangannya. Sampah tidak selamanya menjadi barang mati. Dengan kecerdasan imajinernya, Andre mampu menciptakan sampah-sampah plastic, tong dan berbagai plastic lain menjadi barang aksesoris, music dan lain-lain. Salah satunya adalah tong-tong besar yang dibentuk sedemikian rupa dan digunakan sebagai alat tetabuhan yang dihelat sebagai acara terakhir kemarin.
Tong-tong yang semula sampah, mampu berpadu dengan tetabuhan ritmik liar dan mistis dari seorang drummer, tetabuhan rancak dari penabuh jimbe terkenal di Kota Malang, dan juga riuh rendah lengkingan gamelan, membentuk laras harmoni yang begitu rancak, eksotis, mistis dan membahana. Di padu dengan gesture tarian-tarian tradisional, Jaran Kepang yang telah dikawinkan dengan gesture kesenian modern seperti hip-hop. Sebuah upaya peleburan batas antara barat dan timur dengan cukup liar tanpa harus mengikis budaya tradisional. Mereka berteriak-teriak ” Rahayu!! Rahayu, Budoyo Jowo!! (Indonesia.red) “
Andre Hansen dalam kematiannya tidak lantas membuat dia serempak mati. Hari itu rohnya dengan lantang bersuara. Melalui orang di sekitarnya, melalui sampah-sampah yang ia hidupkan, melalui angin dingin yang berhembus malam itu. Tentang romantisme kegetiran, kegelisahan semasa hidup yang tak sempat diucapkan.
Malam itu, ia dengan tersenyum getir menari dalam hingar-bingar rakyat. Dalam keheningan sunyi sampah-sampah berserakan. Terhampar luas padang Mahsyar. Sebuah kematian yang indah.
Antara Sampah, Kesenian dan Kematian. Semua selaras, saling gertak dan maju!!.

sumber : http://berdiribersama.wordpress.com/2011/06/03/antara-sampah-kesenian-dan-kematian/

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar